INDRAMAYU – Baru-baru ini, DPC PDI Perjuangan dan PPP mendapat surat resmi dari Sekda agar segera hengkang dari gedung yang mereka tempati, yang ternyata milik Pemkab. Tanpa mediasi, tanpa kompromi surat datang, diberi tenggat waktu, dan selesai. Graha Pers yang selama ini menjadi tempat aktivitas jurnalis juga mengalami nasib serupa. Narasinya: penertiban aset daerah.
Namun publik dengan cepat menangkap kejanggalan. Di sisi lain kota, di Jalan Radio, sebuah gedung milik Pemkab masih dibiarkan digunakan sebagai sekretariat DPP Lucky Center organisasi yang diketuai oleh Bupati Indramayu, Lucky Hakim. Tanpa surat peringatan. Tanpa teguran. Tanpa tanda-tanda pengosongan.
Bagaimana mungkin satu kelompok disapu bersih, sementara yang lain diberi karpet merah atau minimal, didiamkan?
Dalih bahwa gedung itu “hanya digunakan sementara” atas instruksi ketua, atau karena “sedang kosong,” justru semakin merendahkan akal sehat publik. Jika benar Pemkab sedang serius menertibkan aset, maka semua pihak harus diperlakukan sama, tanpa kecuali. Termasuk mereka yang dekat dengan lingkaran kekuasaan atau dulunya pernah duduk di sana.
Penertiban aset bukan sekadar urusan administrasi, tapi juga urusan etika publik. Di sinilah pemerintah daerah diuji: apakah memiliki nyali untuk berlaku adil, atau justru gemar menyisir ke bawah dan membiarkan ke atas tetap utuh.

Indramayu sedang menulis babak baru dalam manajemen aset daerah. Sayangnya, bab ini tampaknya diawali dengan catatan miring ketegasan yang tak merata, keadilan yang berat sebelah.
Jika benar ini tentang penertiban, maka tak cukup hanya menurunkan papan nama partai dari gedung-gedung tua. Harus ada juga keberanian untuk menurunkan privilese. ** (Red/BS)