Pengacara prodeo yang terbukti melanggar etika dengan meminta uang dari klien yang tidak mampu dapat dikenai beberapa sanksi, baik secara hukum maupun melalui mekanisme disiplin organisasi profesi pengacara. Berikut adalah beberapa sanksi yang mungkin dikenakan:
1. Sanksi dari Organisasi Advokat (Peradi atau KAI)
Organisasi profesi pengacara seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) atau Kongres Advokat Indonesia (KAI) memiliki mekanisme disiplin untuk mengawasi perilaku anggota mereka. Jika pengacara melanggar aturan, termasuk meminta bayaran dari klien prodeo, mereka bisa dikenai sanksi sebagai berikut:
Teguran tertulis: Pengacara dapat menerima teguran tertulis dari organisasi profesi mereka.
Skorsing: Pengacara dapat diskors untuk sementara waktu dan tidak diizinkan untuk berpraktik hukum.
Pencabutan izin praktik: Dalam kasus yang berat, organisasi advokat dapat mencabut izin praktik pengacara tersebut, melarang mereka berpraktik untuk jangka waktu tertentu atau secara permanen.
Dikeluarkan dari organisasi profesi: Pengacara yang melakukan pelanggaran serius bisa dikeluarkan dari organisasi profesi, yang mengakhiri karier mereka sebagai advokat.
2. Sanksi Hukum Pidana
Jika permintaan uang dari pengacara prodeo dianggap sebagai bentuk pemerasan atau penipuan, maka pengacara bisa dijerat dengan pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti:
Pasal 368 KUHP (pemerasan): Jika pengacara meminta uang secara paksa atau dengan ancaman, mereka dapat dijerat dengan pasal pemerasan, yang ancamannya berupa pidana penjara hingga 9 tahun.
Pasal 378 KUHP (penipuan): Jika pengacara memanfaatkan ketidaktahuan klien dan menipu mereka untuk membayar uang dengan dalih “honorarium”, pengacara dapat dijerat dengan pasal penipuan, yang ancamannya berupa pidana penjara hingga 4 tahun.
3. Sanksi Administratif
Jika pengacara prodeo bertugas dalam program bantuan hukum yang dikelola oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH), mereka bisa dikenai sanksi administratif, seperti:
Pencabutan status pengacara prodeo: Pengacara tersebut bisa dicabut haknya untuk berpartisipasi dalam program bantuan hukum prodeo atau layanan hukum negara.
Pengembalian dana negara: Jika pengacara menerima dana dari negara melalui program prodeo, mereka bisa diminta mengembalikan dana tersebut jika terbukti melanggar aturan.
Blacklisting: Pengacara yang melanggar aturan bisa dimasukkan dalam daftar hitam, sehingga tidak dapat lagi memberikan bantuan hukum prodeo atau berpartisipasi dalam program bantuan hukum yang didanai oleh pemerintah.
4. Sanksi Etika
Pengacara yang meminta uang dari klien dalam kasus prodeo juga melanggar Kode Etik Advokat Indonesia, yang mengharuskan advokat untuk memberikan layanan hukum secara gratis kepada klien yang tidak mampu. Pelanggaran etika ini bisa menghasilkan:
Dikucilkan dari komunitas profesi: Reputasi pengacara akan rusak di kalangan sesama profesional hukum, yang bisa memengaruhi karier mereka ke depan.
Hilangan kepercayaan publik: Pengacara yang melanggar kode etik bisa kehilangan kepercayaan dari klien dan masyarakat umum, yang dapat berdampak pada kemampuannya untuk menarik klien di masa depan.
5. Sanksi Perdata (Gugatan dari Klien)
Klien yang merasa dirugikan oleh pengacara prodeo yang meminta bayaran bisa mengajukan gugatan perdata untuk meminta pengembalian dana yang telah dibayarkan secara tidak sah. Gugatan ini dapat berujung pada:
Pengembalian uang: Pengacara bisa dipaksa untuk mengembalikan semua uang yang telah diterima secara tidak sah dari klien.
Ganti rugi: Jika klien merasa dirugikan secara material atau immaterial, mereka bisa menuntut ganti rugi melalui jalur perdata.
Dengan berbagai sanksi ini, diharapkan ada upaya untuk menjaga integritas profesi advokat, khususnya dalam program bantuan hukum prodeo yang bertujuan membantu masyarakat yang tidak mampu.